Kajian Ramadhan 1433H - Ramadhan dan Pembentukkan Karakter Islami




YUK... HADIR KE KAJIAN RAMADHAN !!!!

RAMADHAN & PEMBENTUKKAN KARAKTER ISLAMI

Ahad, 22 Juli 2012
Tema : Full Fiqih - Dari Puasa Sampai Lebaran
Pembicara : Ust. Saiyid Mahadhir, Lc
Pukul 08.00 s.d 12.00 wib
Tempat : Ma'had Al-Husnayain Bekasi

Ahad, 29 Juli & 5 Agustus 2012
kajian tafsir : QS. Al-Hasyr
Pembicara : Ust. Ahmad Asrori, Lc., MPd.I (Al-Hafidz)
pukul 08.00 s.d 12.00 wib
Tempat : Ma'had Al-Husnayain

infaq Peserta Rp 15.000,- (Untuk 3 Pekan)

Alamat : Jl. Rambutan Raya No. 13C. Harapan Baru - Bekasi Barat
CP : 0857-1974-1717

BAKSOS, Ahad - 5 Agustus 2012
di Madrasah An-Nasriyah
Babelan - Bekasi
Bagi teman-teman yang ada kelebihan rizki bisa disalurkan melalui BEMMA
CP : 0857-1974-1717 (azmi)

Selengkapnya...

Menikah di Mekkah, Cerai di Indonesia

Akhir-akhir ini banyak orang yang sengaja umroh dengan maksud melansungkan akad nikah di kota penuh berkah itu. Yah, biasalah, orang kita seneng di puji, atau seneng dengan hal-hal ‘menurut’ mereka bisa memberikan nilai lebih di mata orang lain. Biar cepet masuk tivi, biar bisa masuk dalam obrolan acara selebriti itu.

Padahal menikah waktu umroh itu tidak mutlak dianggap bener. Bayangkan saja jika mereka melaksanakan prosesi akad itu ketika mereka masih dalam rangkaian ibadah umroh lebih tepat mereka masih dalam kondisi ihrom. Wah, jika seperti ini bisa-bisa akad nikah itu malah dianggap tidak sah menurut syari’at Islam.

Ko bisa begitu?

Ya bisalah. Karena di dalam islam, orang yang sedang ihrom itu (baik ihrom haji, maupun ihrom umroh) dilarang untuk melangsungkan akad nikah, tidak hanya itu, sebenarnya mereka juga dilarang untuk menikahkan, juga dilarang untuk meminag (melamar). Jika itu terjadi, makah pernikahan itu dianggap tidak sah, dan harus diulang. Rosul saw. sangat tegas dalam maslah ini, beliau bersabda:

لا ينكح المحرم ولا ينكح ولا يخطب

“Mereka yg sedang ihrom itu tidak boleh melangsungkan akad nikah, juga tidak boleh menikahkan, juga tidak boleh melamar”(HR. Bukhori Muslim)


Pendapat ini didukung oleh sebagian besar para ulama, semisal Imam Maliki, Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Auza’I, Imam al-Laits, dan ulama’-ulama’ yang mu’tamad lainnya.

Tapi kan katanya Rosul saw. menikahi Maimunah dalam keadaan ihrom?

Itukan katanya:-), begini, memang ada riwayat seperti itu, seperti yang pernah diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. Akan tetapi jika kita lihat lagi dari apa yang diungkap oleh para ahli hadits, kita akan menadapai ternyata riwayat Ibnu Abbas itu lemah, dan banyak bertentangan dengan riwayat yang mengataan bahwa tidak benar jika Rosul saw. menikahi Maimunah dalam keadaan ihrom, justru Rosul saw. menikahinya dalam keadaan halal (telah selesai dari ihromnya).

Jangan sampai, niat hati pingin keren tapi malah jadi musibah, bisa-bisa malah berdosa. Na’udzubillah. Padahal tempat yang berkah itu tidak mesti mewariskan keberkahan. Hem, buktinya tidak sedikit mereka yang menikah di Mekkah, lalu cerai di Indonesia.

Jika memang mampu untuk melangsungkan pernikahan disana, silahkan saja, namun jauh sebelum itu, ilmu harus berada sebelum segala sesuatu.

Saiyid Mahadhir, Lc
Selengkapnya...

Pengantin Menjama’ Sholat, Boleh?

Para ulama banyak menuliskan boleh menjama’ sholat ketika dalam kondisi berikut: Bahaya (Takut), Safar (bepergian), sakit, hujan, haji, selebihnya, mereka berbeda pandangan. Inilah syari’at yang sangat memudahkan, walau bukan berarti mempermudah semuanya tanpa ada petunjuk yang jelas.

Lalu bagaimana dengan kondisi walimah urs (Pesta Pernikahan), apakah dalam kondisi seperti sang pengantin boleh menjama’ sholatnya?

Memang Islam sangat menganjurkan untuk diadakannya pesta pernikahan, bahkan walau hanya dengan menyembelih seekor kambing, tujuannya selain sebagai ekspresi kebahagiaan dari kedua mempelai, juga agar pernikahan itu diketahui oleh halayak ramai. Tidak terkesan disirrikan. Sebenarnya Islam juga menghendaki pernikahan itu (baca: Aqad) di laksanakan di Masjid, juga pada hari itu dianjurkan untuk dipukul rabanahan (bukan orkes, apa lagi orgen tunggal)

Walimahan itu memang dianjurkan, akan tetapi Islam juga tidak setuju jika itu diadakan secara berlebihan, berlebihan disini maksudnya adalah terlalu ‘wah’ sehingga menyebabkan ada sebagian hak dan kewajiban yang kadang terlupakan.


Padahal nikah itu ibadah, bahkan separuh taqwa, apa iya yang sejatinya kita mengharap pahala dan ridho-Nya, tetapi ternyata dihari itu banyak dosa, lalu dimana sakinah yang dicari? Hanya karena ekspresi bahagia yang berlebihan dicampur dengan hura-hura, berharap keluar kata ‘wah’ dari para undangan sampai ke ujung kota sana.

Misalnya dalam masalah undangan, jika yang diundang hanya orang –orang yang ‘kaya saja’ maka sepertinya itu acara makan-makannya orang kaya saja, dan makanan walimahan yang hanya dimakan oleh mereka itu dicap sebagai sejelek-jeleknya makanan. Kenapa tidak membagi kebahagiaan itu justru kepada merek orang-orang ‘susah’ (baca: Miskin)

Juga dalam masalah hiburan, biasanya semua berlomba untuk menghadirkan music paling top dengan biduanita yang menor dan lebay, mengundang syahwat dan membuat sebagian undangan mabuk, bahkan mabuknya ditambah dengan minuman beralkohol juga, tidak heran di banyak daerah pernah terjadi perkelahian antara sesama undangan, sampai luka-luka. Hem, lalu siapa yang akan menanggung semua dosa itu?

Juga masalah dandanan pengantin itu sendiri, mereka menjadi ratu dan raja sehari, tapi pertanyannya emang dandanan ratu dan raja begitu? Tapi bagus ko:-). Hanya saja dengan model dandanan pengantin sekarang ini membuat mereka sulit untuk bergerak, bahkan jika kebelet mau ke kamar mandi, mungkin akan bisa ditahan sekuat tenaga. Nah, gara-gara inilah kadang sholat mereka juga lewat.

Apa lagi disini, disekitaran Jakarta. Pertama-tama saya kaget ketika hadir di walihan temen di Bogor, ternyata acaranya seharian. Huh.. pengantinnya dipajang dari pagi sampai magrib (Mungkin kerasa lebih capek ketimbang main bola ya,he), maklum selama ini yang saya hadiri acaranya hanya dari pagi sekitar pukul 09.00 hingga zuhur, itu saja, begitu kita di Palembang sana. Jadi, baru disini saya mendapat pertanyaan tentang menjama’ sholat karena walimahan.

Kembali ke permasalahan, pertanyaan intinya adalah emangnya sesulit apa sih sehingga terpaksa meningglkan sholat pada waktunya? Apa jika sholat pada waktunya pernikaha akan batal, terus jadinya ga sah? Apa jika sholat pada waktuya semua tamu pada bubar? Apakah jika sholat pada waktunya bakal dimusuhi ama mertua? Apakah jika sholat pada waktunya butuh bedak baru dan lipstick baru yang harganya 1 M?

Ada banyak pertanyaan-pertanyaan lainnya yang mungkin bisa dijawab. Ok, anggap saja itu memberatkan, tapi coba saja solusi berikut, silahkan menjama’ sholatnya, tapi bentuknya jama’ shuriy, ini yang sering ditulis oleh para ulama’.
Penjelsannya begini. Contohnya jika pengantin dari pagi udah didandan sedemikin rupa, dan ternyata waktu zhuhur telah masuk, maka silahkan untuk tidak sholat dulu dan silahkan bersenyum-senyum ria dulu dengan para tamu undangan itu, namun nanti kira-kira pukul 15.00 barulah pengantin sholat zuhur, habis salam ke kanan ternyata adzan ashar terdengar, nah ketika itu langsung lanjutkan degan sholat asharnya. Ini jama’ shuriy namanya, begitu seterusnya. Mirip jama’ tapi bukan. Gimana?

Tapikan katanya “Rasulullah SAW menjama' zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya' di Madinah meski tidak dalam keadaan takut, safar, maupun hujan”
Memang benar ada riwayat seperti itu, tex aslinya begini:

ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَال: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ مَطَرٍ

Namun riwayat itu tidak memberikan penjelasan rincinya, para ulama’ banyak memberikan penafsiran tentang hadits ini.

ada yang mengatakan hadits ini dipakai dalam kondisi hujan, ada lagi yang menjelaskan bahwa hadits ini teruntuk bagi mereka yang sedang melaksanakan hal-hal yang sangat penting sekali, sehingga jika ditinggalkan maka akan terjadi perkara yang besar, misalanya kondisi dokter yang sedang mengoperasi pasiennya, namun ada juga yang memaknainya secara umum yaitu kondisi dimana tidak memungkinkan untuk mengerjekan sholat pada waktunya, akan tetapi dengan syarat:

a. Kejadiannya harus bersifat di luar perhitungan dan terjadi tiba-tiba begitu saja. Seperti yang terjadi pada diri Rasulullah SAW tatkala terlewat dari shalat Dzhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya sekaligus, gara-gara ada serangan atau kepungan musuh dalam perang Azhab (perang Khandaq). Beliau saat itu menjama' shalat yang tertinggal setelah lewat tengah malam, bukan ketika perjalanan, sebab beliau SAW dan para shahabat bertahan di dalam kota Madinah Al-Manuwwarah.

b. Syarat kedua adalah bersifat sangat memaksa, yang tidak ada alternatif lain kecuali harus menjama'. Sifat memaksa disini bukan disebabkan karena kepentingan biasa, misalnya sekedar karena ada rapat, atau pesta pernikahan, atau kemacetan rutin yang melanda kota-kota besar. Kejadian yang memaksa itu semsisal Tsunami yang menimpa Aceh dan Mentawai, dokter yang sdang mengoperasi, gempa bumi yang berkepanjangan, kerusahan massa, dll.

Jadi, bolehkah menjama’ sholat bagi pengantin? Jawabannya boleh, jika yang dimaksud dengan jama’ disini adalah jama’ shuri seperti yang kita jelaskan diatas. Selebihnya jangan.

Selamat memperaktekkan! Sakinah dengan belajar fiqih nikah:-)

Saiyid Mahadhir, Lc
Selengkapnya...

Aurat Perempuan

‘Tubuh adalah jati dirimu’. Allah degan anugerah-Nya telah menciptakan manusia dengan sebaikbaik bentuk, tentunya itu bukan untuk ditontonkan, bukan pula untuk dijual ke media-media atau sejenisnya, Allah menciptanya untuk memuliakan mausia itu sendiri dari semua makhluk yang ada. Firman Allah :

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”(QS. at-Tin; 4)

A. Pengertian

Para ulama memebenrikan definisi aurat sebagai berikut :
مَا يَحْرُمُ كَشْفُهُ مِنَ الْجِسْمِ سَوَاءٌ مِنَ الرَّجُل أَوِ الْمَرْأَةِ ، أَوْ هِيَ مَا يَجِبُ سِتْرُهُ وَعَدَمُ إِظْهَارِهِ مِنَ الْجِسْمِ

“bagian badan yang dilarang untuk dibuka baik itu bagi laki-laki atau permpuan, atau ia bermakna bagian badan yang wajib ditutup dan tidak diperlihatkan”

Khotib Syarbini memberikan definisi dengan:
هِيَ مَا يَحْرُمُ النَّظَرُ إِلَيْهِ

“apa yag diharamkan untuk dilihat’


B. Hukum yang terkait mengenai autrat perempuan

1. Auarat perempuan di depan laki-laki asing

a. Jumhur ulama menyepakati bahwa semua badan perempuan merupakan auaratnya selain muka dan telapak tangan; karena perempuan juga butuh bermu’alah dengan laki-laki dalam hal jual beli dimana disana ada transaksi memberi dan mengambil, hanya saja kedua bagian badan oleh terlihat jika aman dari fitnah.

pendapat ini bersandarka kepada ayat berikut :
وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا

“ dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya”(QS. an-Nur: 31)

maka celak tempatnya di wajah, cincin letaknya di jari-jari tangan, jadi tidak masalah perhiasan itu terlihat.

juga ada hadits yang mempertegas tetang itu;
رُوِيَ أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا ، دَخَلَتْ عَلَى رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا ، وَقَال : يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّ هَذَا وَهَذَا ، وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ

“Dari asma’ binti Abi bakr ra, bahwa dia (asma’) dating kepada Rosul SAW dengan memakai pakain yang tipis, maka Rosul SAW berpaling darinya seraya berkata; “wahai Asma’, perempuan itu jika telah haidh (sapai umur) maka tidak tubuhnya tidak boleh terlihat kecuali ini dan ini (rosul menunjuk kepada wajah dan telapak tagan) (HR. Abu Daud)

b. Imam Abu Hanifah membolehkan tersingkapnya kedua telapak kaki, karena Allah melarang dari perempuan untuk memperlihatkan hiasannya kecuali apa yangterlihat darinya. Dan kedua telapak kaki itu salah satu dari tempat perhiasan yang boleh kelihatan.

c. sedang Ibnu ‘Abidin mengungkap bahwa telapak tangan (bagian luar) merupakan aurat, yang boleh terlihat itu hanya telapak tangan (bagian dalam) saja, karena secara ‘urf bahwa yang digunakan untuk tranasaksi juala beli itu telapak tagan bagian dalam.

d. Imam Ahmad bin Hambal berpedapat bahwa seluruh badan perempuan itu aurat dan tidak boleh terlihat termasuk kuku sekalipun. Akan tetpi jika perempuan itu telah lanjut usia maka tidak masalah ada bagian tubuh mereka terlihat, berdasarkan firman Allah;
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللاَّتِي لاَ يَرْجُونَ نِكَاحًا

“dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian[1050] mereka dengan tidak (bermaksud) Menampakkan perhiasan, dan Berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana”(QS. an-Nur; 60)

[1050] Maksudnya: pakaian luar yang kalau dibuka tidak Menampakkan aurat.

Imam Ahmad menyandarkan pendapatnya kepada hadits berikut:
أَنَّ الْفَضْل بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا كَانَ رَدِيفَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْحَجِّ فَجَاءَتْهُ الْخَثْعَمِيَّةُ تَسْتَفْتِيهِ ، فَأَخَذَ الْفَضْل يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ هِيَ إِلَيْهِ ، فَصَرَفَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ وَجْهَ الْفَضْل عَنْهَا

“bahwa Ibnu Abbas ra pernah bersama Nabi SAW dalam sebuah perjalanan haji, dan waktu itu datang seorang perempuan dari khots’amiyah ingin meminta fatwa,dan Ibnu Abbas ternyata melmandangnya dan perempuan itu juga memandang Ibnu Abbas , maka Rosul SAW memalingkan wajah Ibnu Abbas dari permpuan itu” (HR. Bukhori Muslim)

dan As-Syafi’iyah serta Hanafiyah berpendapat, membuka aurat didepan anak-anak tidak mengapa yang mereka belum mengerti mana yang dinamakan auarat atau mana yang tidak. Mereka bersandar kepada firman Allah SWT:

أَوِ الطِّفْل الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ أَوِ الطِّفْل الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ
“atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita”(QS. an-Nur:31)

Akan tetapi jika anak-anak itu sudah mencapai derajat tamyiz, atau sudah hampir samapai umur maka tetap saja hukumnya tidak boleh membuka aurat perempuan didepan mereka.

Maka dalam hal ini, boleh bagi laki-laki yang ingin meminang perempuan untuk melihat dua bagian tubuh perempuan yang akan dipinangnya walaupun tidak diizinkan olehnya juga oleh walinya.

2. Aurat permpuan muslimah di depan perempuan kafir

a. Jumhur ulama’ berpendapat bahwa perempuan kafir itu sama halnya dengan laki-laki asing, jadi semua bagian tubuh perempuan usmuslimah itu adalah aurat yang tidak bleh terlihat oleh mereka kecuali telapak tangan dan wajah.
pendapat ini bersandarkan kepada firman Allah SWT:

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. anNur;31)

di dalam ayat tersebut, tidak disebutkan bahwa perempuan kafir boleh melihatnya.

juga ada atsar dari Umar bin Khottob bahwa dilarangnya wanitia kitabiyyat dan muslimah untuk masuk ke kamar mandi bersamaan.

b. adapun golongan Hanabilah tidak jauh berbeda pendapatnya dengan pendapat jumhur ulama.

3. Aurat perempuan di depan perempuan lainnya

Para ahli fikih berpendapat bahwa dalam permasalahan ini sama halnya dengan aurat sesama laki-laki. Jadi sesama wanita boleh untuk membuka dan melihat aurat wanita lainnya selain yang berada dianatar puser dan lutut. Akan tetapi yang demikin tidak mutlak begitu saja, tetap saja para ulama mengahramkannnya jika dikhawatirkan dari itu semua munculnya fitnah yang lebih besar, seperti munculny nafsu diantara mereka yang berujung kepada lesbi.

4. Auarat perempuan di depan keluargaya (Mahromnya)

Mahrom itu adalah yang haram menikahinya selamanya, baik karena sebab nasab maupun karena sebab sesusuan. Jadi, walaupun secara hubungan sosial masih terkatagorikan keluarga akan tetapi ketika islam membolehkan menikahinya, maka tetap saja hukumnya sama seperti hokum orang asing dalam permasalahan aurat.

a. Golongan Malikiyah da Hanabilah berpendapat bahwa tubuh permpuan itu semuanya aurat di depan mahromnya selain wajah, kepala, kedua tagan, dan kedua kaki.

jadi walaupun di dalam rumah mereka sendiri, perempuan itu tetap saja harus memakai pakaian yang menutupi semua bagian tubuhnya, tidak boleh sesuka hati, kecuali jika dia berada di kamarnya sendiri, dan sendirian atau jika perempuan itu hanya bersama suaminya saja. Dengan semua itu perempuan bisa lebih terjaga kesucian tubuhnya.

suami saudari bukan mahrom, oleh karenanya jika bertemu dan berkumpul dengan mereka perempuan itu harus menutupi semua auratnya.

b. Golongan Hanafiyah berpendapat bahwa boleh terlihat tubuh mereka selain perut, punggung juga diantara puser dan lutut jika aman dari fitnah, dan tidak menimbulkan nafsu bagi mahrom yang melihat bagian tubuh yang terlihat itu. Jika menimbulkan fitnah maka kembali ke asal bahwa perempuan itu harus menutup semua tubuhnya.

c. Dan golongan Syafi’iyyah berpendapat semua tubuh perempuan itu aurat kecuali bagian-bagian yang sering terlihat dalam aktifitas di rumah, misalnya kepala sampai leher, tangan sampai siku, dan kaki hingga lutut.
Dari pendapat ini perempuan boleh memakai pakaian pendek di dalam rumahnya yang disana mereka berdiam dengan mahromnya hanya yang harus menjadi perhatian adalah ukuran pendeknya yang tidak melebihi tersingkapnya kaki samapi lutut, dan tangana hingga siku.

Untuk melengkapai penjelasan di atas, para ulama menambahkan bahwa pakaian yang menutup auarat itu tidak boleh ketat sehingga membentuk tubuh dengan lika-likunya, juga tidak boleh tipis, sehingga bisa terlihat sebagina kuitnya.
hal itu terlarang dengan adanya ancaman dari Nabi SAW melalui haditsnya:

سَيَكُونُ فِي آخِرِ أُمَّتِي نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَّاتٌ،... الْعَنُوهُنَّ فَإِنَّهُنَّ مَلْعُونَاتٌ

"akan datang nantinya diakhir ummatku permpuan-perempuan yang berpakaian tapi mereka sekan telanjang, maka laknatlah mereka karena mereka adalah perempuan-perempuan yang terlaknat” (HR. Ahmad)

Saiyid Mahadhir, Lc
Selengkapnya...

Sholatnya Orang Mabuk

Setiap kali saya tanya arti mabuk dengan teman-teman, setiap kali itu juga saya mendapatkan kesamaan persepsi tentang mabuk. Rata-rata orang akan mengatakan mereka dikatan mabuk karena mereka tidak tahu dan idak faham dengan apa yang mereka katakana. Tepat sekali! Mereka itu mabuk.

Karena itu juga mereka yang mabuk itu dilarang untuk sholat, bahkan Allah tegas sekali dalam perkara ini melalui firmanNya:

يا أيها الذين آمنوا لا تقربوا الصلاة وأنتم سكارى حتى تعلموا ما تقولون

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan” (QS. An-Nisa’: 43)

Awalnya orang-orang dahulu ada yang sholat dalam keadaan mabuk, lalu mereka membaca surat al-Kafirun, terang saja karena mabuk akhirnya bacaan mereka kebolak-kebalik, galau jadinya, yang mestinya makna bacaan mereka itu “Wahai orang-orang kafir, kami tidak akan menyembah apa kaian sembah” berubah mnejadi “Wahai orang kafir, kami uga meyembha apa yang kalian sembah” patal sekali! Mungkin Allah akan sangat marah dengan ucapan seperti itu, karena itu buat jaga-jaga dan wanti-wanti, Allah melarang orang yang lagi mabuk untuk sholat. Patal sekali akibatnya, gara-gara itu mereka tidak faham apa yang ucapkan.

Lalu pertanyaannya apakah kita faham dengan apa yang kita ucapkan dalam sholat-sholat kita?


Jangan-jangan kita juga bagian dari dari orang-orang yang mabuk, iya kan? Karena orang mabuk itu-sekali lagi- orang yang tidak tahu dan tidak faham dengan apa yang dia ucapkan. Ngigau.

Biar tidak masuk dalam katagori mabuk, maka sudah seharusnya ummat Islam ini belajar bahasa arab. Iya dong, bahasa inggris aja banyak yang fasih, dan berani merogoh kocek yang dalam untuk bisa mencapai level sempurna, masa’ iya untuk urusan agama –apa lagi sholat- pelit banget.

Biar tidak dikatakan orang mabuk dalam sholat, maka harus mengerti makna bacaan-bacaan sholat kita, jika tidak maka sekali lagi, kita itu menjadi orang mabuk.
Memang iya, mabuk jenis ini beda dengan mabuk karena al-Kohol, tidak sah sholat dalam kondisi mabuk karena alkohol, sholatnya orang yang mabuk karena tidak bisa bahsa arab tetap sah, namun apakah kwalitasnya bagus atau tidak, ini yag menjadi permasalahan.

Mugkin saja ini juga salah satu penyebab mengapa sepertinya kita tidak meliat hasil dari sholat-sholat yang kita ritualkan, bukankah sholat itu bisa mencegah diri dari perbutan keji dan dan munkar? Lalu mengapa justru perbuatan keji dan munkar itu makah dating orang-orang yang sholat?

Yah, wajarlah karena yang sholat itu banyak orang mabuk, mereka tidak faham dengan makna jejampian yang selalu mereka ulang setiap kalinya.

Jika jejampian “Man Jadda wajada” aja bisa memotivasi sebagian orang hingga ke Prancis sana, itu karena yang mengucapkannya faham dengan maknya, masa’ iya jejampian “Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi robbil ‘alamin” tidak bisa membuat jiwa tenang, jujur, ikhlas, ridho, tidak pearah, dll? Tidak ada alsan lain mengapa sholat itu seakan tidak berbekas bagi pelakunya kecuali mereka tidak faham dengan apa yang mereka ucapkan, mabuk.

Belajar Bahasa Arab solusinya..

Mari belajar bahsa arab, agama ini tidak bisa diambil hikmah-hikmahnya kecuali jik kita bisa berbahasa arab.

Kok susah ya? Itu persepsi anda ko, jika ada kemauan pasti bisa. Dan yang sebelum segala sesuatu, sebelum kita faham atau tidak, sebelum itu semua kita sudah tercatat dalam daftar mereka yang mendapat pahala belajar bahsa arab.

Yuk… kapan lagi, mumpung umur masih dikandung badan. Mereka yang keuarrumah dengan iat belajar itu pahaanya sama sperti paha jihad lo, enakan meninggal ketika belajar ketimang meninggal diats kasur yang emppuk di rumah.

Bagi yang berada di sekitaran Bekasi, Husnayain solusinya, atau jika ada yang lebih berminat, daftar LIPIA sekalian..:-)

Wallahu a’lam bis sahowab

Saiyid Mahadhir, Lc
Selengkapnya...