Ibu Perkasa Pencari Nafkah

Oleh Indah Prihanande


Saya trenyuh melihatnya menggendong barang dagangan sedemikian banyak. Bakul, tampah, kipas, aseupan semua barang terikat selembar kain panjang lusuh. Berjejalan membebani punggung. Perniagaannya dimulai selepas subuh. Perjalanan yang kerap menaiki mobil bak terbuka yang ringkih, namun acapkali juga ditempuh dengan meretas jalan menurun dan mendaki selama dua jam untuk tiba di tempat tujuan. Transaksi dicari dengan cara berjalan dari satu rumah ke rumah yang lain, dari satu desa melewati desa berikutnya. Tawar menawar yang ketat dari pembeli hanya menghasilkan laba dua ribu rupiah per-item barang. Tak jarang malah hanya dijual modal saja, daripada dibawa pulang kembali akan sangat berat dan repot ujarnya.

Selepas dzuhur, dia akan kembali ke rumah. Menjalani tugas berikutnya Sebagai seorang ibu dari tujuh orang anak. Suaminya sendiri bekerja sebagai penjaga kebun dan bercocok tanam pada ladang seadanya.

Kedatangannya di rumah saya rutin pada pukul 11 siang. Tanpa bosan dia menjajakan barang dagangannya. Ada beberapa yang kami beli. Namun sayangnya, kami tidak membutuhkan untuk membeli barang tersebut setiap hari. Akan tetapi kami kadang mengharapkan kedatangannya. Paling tidak dia bisa mengaso di rumah kami. Merasakan semilir angin untuk mendinginkan badan yang tersengat terik.

Segelas teh manis dan dan sedikit kue (jika ada) menemaninya melepas lelah. Kemudian, ibu saya akan menghidangkan sepiring nasi dengan lauk yang kami punya hari itu. Kami semua memintanya untuk tidak sungkan datang. Mudah-mudahan kami bisa menyuguhkan jamuan itu setiap kali dia ada. Kasihan jika laba yang tak seberapa harus berkurang lagi untuk biaya makan.

Setelah beberapa minggu tidak muncul dikarenakan sakit, kali ini beliau datang seperti biasanya. Untunglah nasi dan lauk sudah matang. Segelas minum dan sepiring nasi hangat usai dinikmatinya. Sebelum beranjak pergi dia memaksa kami untuk menerima bakul dagangannya sebagai tanda terima kasih. Saya menolak dengan halus, sungguh kami belum membutuhkan itu.

"Kalau begitu tampah saja ya, ambil Neng," beliau masih memaksa "Nggak usah Bu, terima kasih. Nanti kalau kami butuhkan, saya akan bilang ke Ibu. Jangan sungkan-sungkan, ibu mampir ya kalau sedang lewat ke sini."

Dengan rasa segan yang tertahan dia kembali melanjutkan perjalanannya. Tumpukan barang yang menggunung di pungung mengharuskan dia untuk berkeliling lebih jauh.

Saya hanya hendak bercermin dan memaksa hati agar bisa belajar dari setiap peran yang dijalani seorang wanita dari berbagai peran. Yaitu sosok wanita yang menjalani profesi sebagai ibu sekaligus pengemban tanggung jawab strategis sebagai pencari nafkah.

Ibu itu sungguh perkasa. Berkeliling dalam segala cuaca. Ruang kerjanya adalah alam bebas yang tidak bisa disetel berapa derajat suhu yang diinginkannya. Perjalanan berkilo-kilo itu ditempuh tanpa tahu pasti berapa banyak nilai rupiah yang akan dibawa pulang.

Kini, bandingkan dengan kita yang bekerja di dalam ruangan berpendingin. Kulit kita jarang tersentuh sengatan matahari. Kita tidak harus berjalan berkilo-kilo untuk mendapat gaji yang sudah pasti nilainya. Walaupun besaran penghasilan kita tidak sama, sebagian besar dari kita masih mendapatkan tunjangan makan, tunjangan pengobatan dan kenikmatan lain yang nyaris tidak dimiliki oleh para pedagang kecil yang berkeliling itu.

Mungkin benar, tidaklah adil jika saya membandinglan dengan sosok ibu tersebut. Latar pendidikan kita berbeda, tingkat keterampilannya pun berbeda. Namun, jika selama ini gelisah dan rasa kurang sering menyergap, ke manakah perginya rasa syukur ini?

Nenda_2001@yahoo.com, untuk ibu-ibu pekerja, terima kasih atas sodaqohnya bagi keluarga.
Selengkapnya...

Hati Ibarat Cermin

Oleh Meyla Farid

Bandingkan dua buah cermin. Dibuat pada waktu yang sama, ditempatkan di tempat yang sama, bahkan menerima pencahayaan dan suhu udara yang sama. Yang membedakan hanyalah dua orang manusia yang memilikinya. Yang pertama, malas sekali membersihkannya. Setiap ada setitik debu menempel di cermin, dia biarkan. Bahkan cipratan tinta yang mengenai cermin pun dia enggan membersihkannya. Dia sama sekali tidak pernah mau sekedar menghapus, atau menggesek cermin kesayangannya itu dengan lap bersih atau air bersih. Segala noda dia biarkan menempel di cermin.

Awalnya cipratan tinta itu mungkin hanya setitik, dua titik, lalu tiga titik, hingga selanjutnya mengendap menjadi gumpalan tinta yang sudah mengering di permukaan cermin. Sampai-sampai, si pemiliknya sendiri tidak bisa bercermin pada cerminnya sendiri. Dia tidak bisa melihat apakah dirinya baik, atau jelek, saat berdiri di depan cermin. Lama-lama, cipratan-cipratan tinta itu pun menjadi karat. Dan cermin sudah tidak berfungsi baik lagi. Bahkan, kadang-kadang, karena telah ternodai oleh gumpakan tinta yang mengarat, cermin memantulkan kebaikan menjadi kejelekan, atau kejelekan menjadi kebaikan. Karena sudah mengarat, cermin pun susah untuk dibersihkan...

Yang kedua, merawat cerminnya dengan baik. Setiap ada setitik cipratan tinta, meskipun sedikit, dia langsung membersihkannya. Menggosoknyanya dengan lap dan air yang bersih. Sehingga cermin setiap harinya selalu jernih, mampu memberinya pengetahuan tentang sebaik/seburuk apa dirinya jika berdiri di depan cermin tersebut. Sehingga cermin bisa membuatnya selalu mengoreksi setiap kesalahan dalam penampilannya.

Rajin-rajinlah membersihkan hati kita... Karena jika tidak, niscaya dosa-dosa itu semakin lama akan semakin menumpuk dan menutupi cahayanya. Yang lebih menakutkan, noda-noda dosa itu bisa membolak balikkan fakta. Yang benar jadi batil, yang batil jadi benar. Naudzubillah...

Setiap hari.. carilah pengampunanNya. Istighfar.bukan hanya di mulut saja. Namun penyesalan terdalam akan semua kehilapan yang kita lakukan. Setiap dosa adalah bahaya. Meski sepatah kata atau sekelebat lirikan mata, itu awal dari noda yang bisa menjadi karat jika tidak cepat-cepat dibersihkan. Ada pepatah, "Menyesali sebelum melakukan, adalah keberuntungan dan menyesal setelah kejadian, adalah ketidak bergunaan"

Intropeksi diri.beristighfar setiap waktu adalah lebih baik daripada terlanjur melakukan kekhilafan. Allah memang Maha penerima taubat, tapi urusan kita adalah untuk selalu menjaga diri dari dosa.

Wallahu a'lam.
Selengkapnya...

Syukurilah ...

eramuslim - Seorang pemuda tengah duduk termenung meratapi nasibnya, sejak dilahirkan hingga dewasa, ia hidup dengan satu kekurangan, yakni tak dapat melihat. Seringkali pemuda itu memaki nasib, marah pada keadaan dan menyangka Tuhan tidak adil terhadap dirinya. Ia merasa sebagai orang paling malang di muka bumi. Baginya, buat apa Tuhan menciptakan semua keindahan di langit dan bumi, bintang-bintang yang bertebaran, dan rembulan nan elok. Matahari pagi hanya bisa dirasainya lewat sentuhan hangat sinarnya, ia bisa mendengar suara kicau burung namun tak pernah tahu rupanya. Ia sering menikmati gemerisik dedaunan berdesakan diterpa angin yang sejuk, namun, wujudnya hanya bisa disentuh, tak pernah ia tahu hijau warna daun itu.

Pantai di dekat rumahnya, tempat anak-anak dan orang dewasa menikmati sore, hanya bisa dibayangkan keindahannya. Ia tahu pantai itu air, itupun dari ombak yang keras menghantam karang dan sesekali menciprati wajahnya atau malu-malu menghampiri dan menyentuh kakinya di pinggir pantai. Apalagi ketika muda-muda di desanya bercerita tentang senja, ya senja, betapa tak terlukiskan merah sang senja yang selalu hadir melengkapi warna kehidupan setiap insan. Tapi dirinya? Sekali lagi ia mengutuk penderitaannya, menangisi takdirnya yang tak pernah tahu warna merah senja, hijau dedaunan, putih melati, dan birunya laut.

Meski keindahan dan keelokan desa itu tidak akan pernah pudar, sayang, semakin sedikit warga yang bisa menikmatinya. Bukan karena tak cinta, atau tak suka dengan semua kenikmatan yang telah dianugerahkan Tuhan kepada mereka, tapi, warga desa itu semakin lama memang semakin habis karena hidupnya seorang Raja yang gemar memangsa manusia. Setiap akhir bulan, tidak kurang seratus manusia harus menjadi korban kanibalisme sang Raja dan para pengawalnya yang terkenal kejam. Oleh karenanya, tidak heran jika di setiap waktu itu, desa selalu sepi dari lalu lalang warga karena takut tertangkap dan tak pernah kembali.

Namun, tidak bagi pemuda buta itu, baginya, ini kesempatan untuk mengakhiri hidupnya dengan menjadikan dirinya mangsa bagi sang Raja kanibal. Tak seperti warga lainnya yang takut ke pantai atau ke tempat manapun di akhir bulan, ia justru dengan pasrah berjalan kesana-kemari. Akhirnya, 'keinginannya' sampai juga, para pengawal raja kanibal menangkapnya dan menghadapkan pemuda itu di istana. Tapi ternyata, pemuda itu berubah pikiran, entah kenapa ia menjadi takut bukan kepalang, ia masih mau hidup, menangislah ia sejadinya bersahutan dengan puluhan orang lainnya yang juga tertangkap.

Waktunya tiba, sang raja memeriksa calon-calon santapannya satu persatu, hingga pada giliran pemuda itu, sang raja agak terkejut. Matanya buta, pikir raja. Untung bagi pemuda itu, raja tak suka makanan yang cacat. Maka ia memerintahkan pengawalnya untuk melepas pemuda itu, dan tetap menjadikan yang lainnya sebagai mangsa.

***

Saudaraku, Sesungguhnya Allah maha adil. Apapun yang Allah berikan kepada kita saat ini, tentunya Dia yang lebih tahu apa yang kita butuhkan untuk menjalani hidup. Apapun yang tidak kita miliki saat ini, seharusnya kita yakini, bahwa kita belum membutuhkannya sekarang, karena pada akhirnya, kita akan menyadari hikmah dari setiap takdir-Nya.

Dia memberikan kelebihan kepada satu manusia dan kelebihan pada manusia yang lainnya. Demikian juga dengan kekurangan, tak ada satu manusia yang tak memiliki kekurangan pada dirinya. Namun kelebihan manusia yang satu terhadap lainnya, sesunggunya terletak pada bagaimana mensikapi kelebihan dan kekurangan tersebut. Sering kali manusia mengumpat atas kekurangan yang diterimanya, padahal pada saat bersamaan, sejumlah kelebihan ia miliki, namun tak pernah disyukurinya.

Saat ini, cobalah menengok kembali perjalanan kita di dunia. Lahir tanpa memiliki apapun, tak bersepatu dan berpakaian. Kini, satu lemari pakaian kita punya. Kenapa? Waktu itu kita belum membutuhkan sepatu dan pakaian bagus. Dulu kita sangat menikmati berjalan kaki atau berdesakan dalam bus, dan kini setelah memiliki kendaraan pribadi, kemudian berpikir, karena dulu belum merasa perlu untuk memiliki kendaraan sendiri. Kuncinya adalah, bagaimana setiap kita menikmati setiap pemberian yang Allah berikan pada kita saat ini dan mensyukurinya. Jika tidak, tak kan pernah nikmat lainnya menghampiri kita, karena janji-Nya memang demikian. Wallahu a'lam bishshowaab (Bayu Gautama)
Selengkapnya...

Form Data Mahasiswa/i Ma'had Al-Husnayain


Nama Lengkap*
Alamat*
Tanggal Lahir*

MM
/
DD
/
YYYY
Jenis Kelamin*
 Ikhwan 
 Akhwat 
No. Telepon*
Email*
Aktivitas*
Status*
 Belum Menikah 
 Menikah 
Jurusan*
 Dirosah Islam 
 Bahasa Arab 
 Tahsin 
Tahun Masuk*
Kritik dan Saran
Foto
Selengkapnya...

Form Pengurus BEMMA


Nama Lengkap*
Alamat Lengkap*
Tanggal Lahir*

MM
/
DD
/
YYYY
Jenis Kelamin*
 Ikhwan 
 Akhwat 
No. Handphone / Tlp*
Email*
Website / Blog
Aktivitas
Status*
 Belum Menikah 
 Menikah 
Jurusan*
 Dirosah Islam 
 Bahasa Arab 
 Tahsin 
Status*
 Pengurus 
 Alumni 
Divisi*
Tahun Angkatan*
Kesan Selama Menjadi Pengurus BEMMA
Pesan Untuk Pengurus Yang Baru
Foto
Selengkapnya...

Form Pendaftaran Alumni Ma'had


Nama Lengkap*
Alamat*
Tanggal Lahir*

MM
/
DD
/
YYYY
Jenis Kelamin*
 Ikhwan 
 Akhwat 
No. Telepon*
Email*
Status*
 Belum Menikah 
 Menikah 
Aktivitas
Jurusan*
 Dirosah Islam 
 Bahasa Arab 
 Tahsin 
Tahun Kelulusan*
Kesan Selama di Ma'had
Pesan Untuk Ma'had
Foto
Selengkapnya...