Spirit Membangun Insan Muda Berbasis Intelektual

Oleh : Annisa Rahmah

Di zaman globalisasi seperti ini, banyak insan muda yang seperti kehilangan jati diri. Mau dibawa kemana visi hidup yang selama ini kita agung agung kan ?, sudah sejauh mana misi kita untuk meraihnya ?, apa hanya sekedar manis dibibir itu sudah cukup untuk mengerahkan segala ikhtiar ?, tentu tidak . Itu masih sangat mentah. Mentah Karena ternyata visi itu tidak dimasak secara matang . Mentah karena tidak dimasak dg api intelektual . Tanpa intelektualitas yang tinggi, bagaimana bisa kita maju ke level berikutnya dan bertarung dengan sekumpulan cendekiawan reformasi ?,

Menurut Soe Hok Gie, kaum intelektual adalah “the happy selected few”. Kaum intelektual merupakan kelompok minoritas dalam masyarakat yang memiliki tradisi luhur yang mencerminkan kematangan keilmuan sebagai hasil dari proses pendidikannya. Kaum intelektual juga memiliki budaya literasi (baca-tulis) yang tinggi, di mana dimplementasikan dalam kegiatan aktif membaca dan produktif untuk menulis. Budaya literasi adalah budaya yang mencerminkan puncak peradaban manusia dan mencerminkan kematangan suatu masyarakat secara kolektif.


Tingginya tingkat budaya literasi adalah penanda kemerdekaan jiwa (freedom of mind). Dalam kemerdekaan jiwa termaktub kemerdekaan berpikir, yang merupakan hak asasi yang diberikan Allah kepada setiap manusia. Dari sini, J.B Buri mengatakan dalam Sejarah Kemerdekaan Berpikir (1963); “Orang tidak dapat dihalang-halangi untuk memikirkan apa saja yang ia kehendaki selama ia menyembunyikan buah pikirannya. Pekerjaan otak hanya dibatasi oleh batas-batas pengalamannya dan daya khayalnya.” Menjadi sebuah identitas bagi kaum intelektual untuk melakukan transformasi pemikiran kepada siapa saja.

Rezim orde baru telah merenggut dan menindas segala kemerdekaan berpikir rakyatnya. Timbullah, suatu dimensi yang berkutit dalam angan angan panjang tanpa tindakan. Yang mereka pandangi hanyalah sebuah ketidak jelasan (bayang-bayang). Intelektualitas hanyalah sebuah wacana tanpa ada dinamo pergerakan. Dahulu. Intelektualitas sangat di dewa-dewakan. Karenanya banyak para ahli menyatakan bahwa kecerdasan ini merupakan sebuah dimensi kebahagian materi karena kecerdasannya terkait langsung dengan keahliannya sendiri dalam menghasilkan sesuatu. Intelektual pada dasarnya adalah sebuah modal. Modal dimana kita bisa membeli segalanya dengan skill yang kita miliki.Tapi, banyak yang salah praduga akan paradigma intelektual yang sebenarnya. Yang mereka tahu, Kecerdasan intelektual dimanifestasikan pada titel pendidikan akademis atau gelar seseorang, apakah itu gelar sarjana, doktor atau profesor. Semakin tinggi gelar yang dicapai seseorang, makin dianggap tinggi kecerdasaan intelektualnya. Apakah hanya sebatas itu ?, tentu tidak. Berikut, spirit untuk melahirkan insan muda yang berintelektual :

1. Banyak banyaklah membaca dan menulis. Seperti dalam surat Al-Alaq (96). Perintah itu sangat jelas yakni merubah sesorang yang jahiliyah berperilaku tanpa didasari ilmu pengetahuan agar belajar.
2. Banyak banyak lah berinteraksi dg sesama. Seseorang yang memiliki titel intelektual yang tinggi belum tentu bisa dikatakan “cerdas” dalam berinteraksi dengan banyak orang. Kecerdasan ini disebut kecerdasan emosi. Kecerdasan ini benar benar diuji jika seseorang berada pada suatu organisasi yang berjalan untuk mencapai tujuan. Dari interaksi ini, ia pun dapat lebih paham etika bersikap terhadap orang lain.
3. Banyak banyaklah membuat “goals” hidup. Tanpa goals, hidup ini bak layangan yg terus melayang tanpa arah. Goals akan membuat kita semakin optimis dalam meraih apa yang kita tuju.
4. Berguru kepada orang shaleh&sukses. Papatah mengatakan “ yang membedakan kita 5 tahun ke depan adalah buku yang kita baca dan teman”. Teman disini lebih menjurus kepada orang2 yang shaleh dan sukses.
5. Banyak banyaklah mencari ilmu. Tindakan tanpa ilmu adalah nothing. Ilmu yang membuat diri kita lebih disegani banyak kalangan.
6. Luruskan niat. Luruskan niat hanya dan untuk Allah.Bagaimana mungkin Allah akan meridhoi segala aktifitas kita, kalau niat kita melenceng pada selain Allah ?, naudzubillah .
7. Just do the best and get the result the best. Usaha berbanding lurus dengan hasil.

Apabila kita melakukan ke 7 point point diatas, insya Allah spirit kita akan lebih terpacu dalam membangun .insan muda yang benar benar berintelektual.
Selengkapnya...

Mas, Kok Tidak Sholat Berjama’ah?

Sebagian besar masjid-masjid kaum muslimin saat ini kita lihat kosong dari jama’ah. Pemandangan ini hampir merata kita temui di setiap tempat, baik di desa maupun di kota. Inilah buah dari kekurangfahaman mereka dalam ilmu syariat, khususnya yang berkaitan dengan hukum sholat berjama’ah. Sehingga bila kita tanyakan kepada seseorang, “Mengapa tidak sholat di masjid, kok malah sholat di rumah?”, boleh jadi ia menjawab, “Ah, itu kan cuma sunnah saja…” Subhanalloh!!, semoga Alloh memahamkan kepada kaum muslimin tentang syariat yang mulia ini.

Apa Hukum Sholat Berjama’ah?

Ketahuilah, bahwa pendapat yang benar dalam masalah ini ialah sholat berjamaah itu wajib (bagi laki-laki, adapun bagi kaum wanita, sholat di rumah lebih baik daripada sholat di masjid walaupun secara berjama’ah). Inilah pendapat yang disokong oleh dalil dalil yang kuat dan merupakan pendapat jumhur ulama dari kalangan sahabat dan tabi’in, serta para imam madzhab (Kitabus Sholat karya Ibnul Qoyyim).

Perintah Alloh Ta’ala Untuk Sholat Berjamaah dan Ancaman Nabi Yang Sangat Keras Bagi Yang Meninggalkannya

“Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’ (dalam keadaan berjamaah).” (Al Baqoroh: 43). Perhatikanlah wahai saudaraku, konteks kalimat dalam ayat ini adalah perintah, dan hukum asal perintah adalah wajib. Rosululloh telah bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku yang ada di tangan-Nya, ingin kiranya aku memerintahkan orang-orang untuk mengumpulkan kayu bakar, kemudian aku perintahkan mereka untuk menegakkan sholat yang telah dikumandangkan adzannya, lalu aku memerintahkan salah seorang untuk menjadi imam, lalu aku menuju orang-orang yang tidak mengikuti sholat jama’ah, kemudian aku bakar rumah-rumah mereka.” (HR. Bukhori)

Hadits di atas menunjukkan wajibnya (fardhu ain) sholat berjama’ah, karena jika sekedar sunnah niscaya beliau tidak sampai mengancam orang yang meninggalkannya dengan membakar rumah. Rosululloh tidak mungkin menjatuhkan hukuman semacam ini pada orang yang meninggalkan fardhu kifayah, karena sudah ada orang yang melaksanakannya. (Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al Asqolani)

Diriwayatkan dari Abu Huroiroh, seorang lelaki buta datang kepada Rosululloh dan berkata, “Wahai Rosululloh, saya tidak memiliki penunjuk jalan yang dapat mendampingi saya untuk mendatangi masjid.” Maka ia meminta keringanan kepada Rosululloh untuk tidak sholat berjama’ah dan agar diperbolehkan sholat di rumahnya. Kemudian Rosululloh memberikan keringanan kepadanya. Namun ketika lelaki itu telah beranjak, Rosululloh memanggilnya lagi dan bertanya, “Apakah kamu mendengar adzan?”, Ia menjawab, “Ya”, Rosululloh bersabda, “Penuhilah seruan (adzan) itu.” (HR. Muslim).

Perhatikanlah, jika untuk orang buta saja yang tidak memiliki penunjuk jalan itu tidak ada rukhsoh (keringanan) baginya, maka untuk orang yang normal lebih tidak ada rukhsoh lagi baginya.” (Al Mughni karya Ibnu Qudamah).

Hanya Munafik Saja Yang Sengaja Meninggalkan Sholat Jama’ah

Sahabat besar Ibnu Mas’ud rodhiyallohu’anhu berkata tentang orang-orang yang tidak hadir dalam sholat jama’ah: “Telah kami saksikan (pada zaman kami), bahwa tidak ada orang yang meninggalkan sholat berjama’ah kecuali orang munafik yang telah diketahui kemunafikannya atau orang yang sakit”. Lalu bagaimana seandainya Ibnu Mas’ud hidup di zaman kita sekarang ini, apa yang akan beliau katakan???

(Disarikan oleh Abu Hudzaifah Yusuf dari terjemah kitab Sholatul Jama’ah Hukmuha wa Ahkamuha karya Dr. Sholih bin Ghonim As-Sadlan)

***

Penulis: Abu Hudzaifah Yusuf
Artikel www.muslim.or.id

Sumber : http://masjidkualfath.wordpress.com/
Selengkapnya...