Pengantin Menjama’ Sholat, Boleh?


Para ulama banyak menuliskan boleh menjama’ sholat ketika dalam kondisi berikut: Bahaya (Takut), Safar (bepergian), sakit, hujan, haji, selebihnya, mereka berbeda pandangan. Inilah syari’at yang sangat memudahkan, walau bukan berarti mempermudah semuanya tanpa ada petunjuk yang jelas.

Lalu bagaimana dengan kondisi walimah urs (Pesta Pernikahan), apakah dalam kondisi seperti sang pengantin boleh menjama’ sholatnya?

Memang Islam sangat menganjurkan untuk diadakannya pesta pernikahan, bahkan walau hanya dengan menyembelih seekor kambing, tujuannya selain sebagai ekspresi kebahagiaan dari kedua mempelai, juga agar pernikahan itu diketahui oleh halayak ramai. Tidak terkesan disirrikan. Sebenarnya Islam juga menghendaki pernikahan itu (baca: Aqad) di laksanakan di Masjid, juga pada hari itu dianjurkan untuk dipukul rabanahan (bukan orkes, apa lagi orgen tunggal)

Walimahan itu memang dianjurkan, akan tetapi Islam juga tidak setuju jika itu diadakan secara berlebihan, berlebihan disini maksudnya adalah terlalu ‘wah’ sehingga menyebabkan ada sebagian hak dan kewajiban yang kadang terlupakan.

Padahal nikah itu ibadah, bahkan separuh taqwa, apa iya yang sejatinya kita mengharap pahala dan ridho-Nya, tetapi ternyata dihari itu banyak dosa, lalu dimana sakinah yang dicari? Hanya karena ekspresi bahagia yang berlebihan dicampur dengan hura-hura, berharap keluar kata ‘wah’ dari para undangan sampai ke ujung kota sana.

Misalnya dalam masalah undangan, jika yang diundang hanya orang –orang yang ‘kaya saja’ maka sepertinya itu acara makan-makannya orang kaya saja, dan makanan walimahan yang hanya dimakan oleh mereka itu dicap sebagai sejelek-jeleknya makanan. Kenapa tidak membagi kebahagiaan itu justru kepada merek orang-orang ‘susah’ (baca: Miskin)

Juga dalam masalah hiburan, biasanya semua berlomba untuk menghadirkan music paling top dengan biduanita yang menor dan lebay, mengundang syahwat dan membuat sebagian undangan mabuk, bahkan mabuknya ditambah dengan minuman beralkohol juga, tidak heran di banyak daerah pernah terjadi perkelahian antara sesama undangan, sampai luka-luka. Hem, lalu siapa yang akan menanggung semua dosa itu?

Juga masalah dandanan pengantin itu sendiri, mereka menjadi ratu dan raja sehari, tapi pertanyannya emang dandanan ratu dan raja begitu? Tapi bagus ko:-). Hanya saja dengan model dandanan pengantin sekarang ini membuat mereka sulit untuk bergerak, bahkan jika kebelet mau ke kamar mandi, mungkin akan bisa ditahan sekuat tenaga. Nah, gara-gara inilah kadang sholat mereka juga lewat.

Apa lagi disini, disekitaran Jakarta. Pertama-tama saya kaget ketika hadir di walihan temen di Bogor, ternyata acaranya seharian. Huh.. pengantinnya dipajang dari pagi sampai magrib (Mungkin kerasa lebih capek ketimbang main bola ya,he), maklum selama ini yang saya hadiri acaranya hanya dari pagi sekitar pukul 09.00 hingga zuhur, itu saja, begitu kita di Palembang sana. Jadi, baru disini saya mendapat pertanyaan tentang menjama’ sholat karena walimahan.

Kembali ke permasalahan, pertanyaan intinya adalah emangnya sesulit apa sih sehingga terpaksa meningglkan sholat pada waktunya? Apa jika sholat pada waktunya pernikaha akan batal, terus jadinya ga sah? Apa jika sholat pada waktuya semua tamu pada bubar? Apakah jika sholat pada waktunya bakal dimusuhi ama mertua? Apakah jika sholat pada waktunya butuh bedak baru dan lipstick baru yang harganya 1 M?

Ada banyak pertanyaan-pertanyaan lainnya yang mungkin bisa dijawab. Ok, anggap saja itu memberatkan, tapi coba saja solusi berikut, silahkan menjama’ sholatnya, tapi bentuknya jama’ shuriy, ini yang sering ditulis oleh para ulama’.
Penjelsannya begini. Contohnya jika pengantin dari pagi udah didandan sedemikin rupa, dan ternyata waktu zhuhur telah masuk, maka silahkan untuk tidak sholat dulu dan silahkan bersenyum-senyum ria dulu dengan para tamu undangan itu, namun nanti kira-kira pukul 15.00 barulah pengantin sholat zuhur, habis salam ke kanan ternyata adzan ashar terdengar, nah ketika itu langsung lanjutkan degan sholat asharnya. Ini jama’ shuriy namanya, begitu seterusnya. Mirip jama’ tapi bukan. Gimana?

Tapikan katanya “Rasulullah SAW menjama' zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya' di Madinah meski tidak dalam keadaan takut, safar, maupun hujan”
Memang benar ada riwayat seperti itu, tex aslinya begini:

ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَال: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ مَطَرٍ

Namun riwayat itu tidak memberikan penjelasan rincinya, para ulama’ banyak memberikan penafsiran tentang hadits ini.

ada yang mengatakan hadits ini dipakai dalam kondisi hujan, ada lagi yang menjelaskan bahwa hadits ini teruntuk bagi mereka yang sedang melaksanakan hal-hal yang sangat penting sekali, sehingga jika ditinggalkan maka akan terjadi perkara yang besar, misalanya kondisi dokter yang sedang mengoperasi pasiennya, namun ada juga yang memaknainya secara umum yaitu kondisi dimana tidak memungkinkan untuk mengerjekan sholat pada waktunya, akan tetapi dengan syarat:

a. Kejadiannya harus bersifat di luar perhitungan dan terjadi tiba-tiba begitu saja. Seperti yang terjadi pada diri Rasulullah SAW tatkala terlewat dari shalat Dzhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya sekaligus, gara-gara ada serangan atau kepungan musuh dalam perang Azhab (perang Khandaq). Beliau saat itu menjama' shalat yang tertinggal setelah lewat tengah malam, bukan ketika perjalanan, sebab beliau SAW dan para shahabat bertahan di dalam kota Madinah Al-Manuwwarah.

b. Syarat kedua adalah bersifat sangat memaksa, yang tidak ada alternatif lain kecuali harus menjama'. Sifat memaksa disini bukan disebabkan karena kepentingan biasa, misalnya sekedar karena ada rapat, atau pesta pernikahan, atau kemacetan rutin yang melanda kota-kota besar. Kejadian yang memaksa itu semsisal Tsunami yang menimpa Aceh dan Mentawai, dokter yang sdang mengoperasi, gempa bumi yang berkepanjangan, kerusahan massa, dll.

Jadi, bolehkah menjama’ sholat bagi pengantin? Jawabannya boleh, jika yang dimaksud dengan jama’ disini adalah jama’ shuri seperti yang kita jelaskan diatas. Selebihnya jangan.

Selamat memperaktekkan! Sakinah dengan belajar fiqih nikah:-)

Oleh: Saiyid Mahadhir
20/3/2012 Selengkapnya...