Aurat Perempuan

‘Tubuh adalah jati dirimu’. Allah degan anugerah-Nya telah menciptakan manusia dengan sebaikbaik bentuk, tentunya itu bukan untuk ditontonkan, bukan pula untuk dijual ke media-media atau sejenisnya, Allah menciptanya untuk memuliakan mausia itu sendiri dari semua makhluk yang ada. Firman Allah :

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”(QS. at-Tin; 4)

A. Pengertian

Para ulama memebenrikan definisi aurat sebagai berikut :
مَا يَحْرُمُ كَشْفُهُ مِنَ الْجِسْمِ سَوَاءٌ مِنَ الرَّجُل أَوِ الْمَرْأَةِ ، أَوْ هِيَ مَا يَجِبُ سِتْرُهُ وَعَدَمُ إِظْهَارِهِ مِنَ الْجِسْمِ

“bagian badan yang dilarang untuk dibuka baik itu bagi laki-laki atau permpuan, atau ia bermakna bagian badan yang wajib ditutup dan tidak diperlihatkan”

Khotib Syarbini memberikan definisi dengan:
هِيَ مَا يَحْرُمُ النَّظَرُ إِلَيْهِ

“apa yag diharamkan untuk dilihat’


B. Hukum yang terkait mengenai autrat perempuan

1. Auarat perempuan di depan laki-laki asing

a. Jumhur ulama menyepakati bahwa semua badan perempuan merupakan auaratnya selain muka dan telapak tangan; karena perempuan juga butuh bermu’alah dengan laki-laki dalam hal jual beli dimana disana ada transaksi memberi dan mengambil, hanya saja kedua bagian badan oleh terlihat jika aman dari fitnah.

pendapat ini bersandarka kepada ayat berikut :
وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا

“ dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya”(QS. an-Nur: 31)

maka celak tempatnya di wajah, cincin letaknya di jari-jari tangan, jadi tidak masalah perhiasan itu terlihat.

juga ada hadits yang mempertegas tetang itu;
رُوِيَ أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا ، دَخَلَتْ عَلَى رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا ، وَقَال : يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّ هَذَا وَهَذَا ، وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ

“Dari asma’ binti Abi bakr ra, bahwa dia (asma’) dating kepada Rosul SAW dengan memakai pakain yang tipis, maka Rosul SAW berpaling darinya seraya berkata; “wahai Asma’, perempuan itu jika telah haidh (sapai umur) maka tidak tubuhnya tidak boleh terlihat kecuali ini dan ini (rosul menunjuk kepada wajah dan telapak tagan) (HR. Abu Daud)

b. Imam Abu Hanifah membolehkan tersingkapnya kedua telapak kaki, karena Allah melarang dari perempuan untuk memperlihatkan hiasannya kecuali apa yangterlihat darinya. Dan kedua telapak kaki itu salah satu dari tempat perhiasan yang boleh kelihatan.

c. sedang Ibnu ‘Abidin mengungkap bahwa telapak tangan (bagian luar) merupakan aurat, yang boleh terlihat itu hanya telapak tangan (bagian dalam) saja, karena secara ‘urf bahwa yang digunakan untuk tranasaksi juala beli itu telapak tagan bagian dalam.

d. Imam Ahmad bin Hambal berpedapat bahwa seluruh badan perempuan itu aurat dan tidak boleh terlihat termasuk kuku sekalipun. Akan tetpi jika perempuan itu telah lanjut usia maka tidak masalah ada bagian tubuh mereka terlihat, berdasarkan firman Allah;
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللاَّتِي لاَ يَرْجُونَ نِكَاحًا

“dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian[1050] mereka dengan tidak (bermaksud) Menampakkan perhiasan, dan Berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana”(QS. an-Nur; 60)

[1050] Maksudnya: pakaian luar yang kalau dibuka tidak Menampakkan aurat.

Imam Ahmad menyandarkan pendapatnya kepada hadits berikut:
أَنَّ الْفَضْل بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا كَانَ رَدِيفَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْحَجِّ فَجَاءَتْهُ الْخَثْعَمِيَّةُ تَسْتَفْتِيهِ ، فَأَخَذَ الْفَضْل يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ هِيَ إِلَيْهِ ، فَصَرَفَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ وَجْهَ الْفَضْل عَنْهَا

“bahwa Ibnu Abbas ra pernah bersama Nabi SAW dalam sebuah perjalanan haji, dan waktu itu datang seorang perempuan dari khots’amiyah ingin meminta fatwa,dan Ibnu Abbas ternyata melmandangnya dan perempuan itu juga memandang Ibnu Abbas , maka Rosul SAW memalingkan wajah Ibnu Abbas dari permpuan itu” (HR. Bukhori Muslim)

dan As-Syafi’iyah serta Hanafiyah berpendapat, membuka aurat didepan anak-anak tidak mengapa yang mereka belum mengerti mana yang dinamakan auarat atau mana yang tidak. Mereka bersandar kepada firman Allah SWT:

أَوِ الطِّفْل الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ أَوِ الطِّفْل الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ
“atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita”(QS. an-Nur:31)

Akan tetapi jika anak-anak itu sudah mencapai derajat tamyiz, atau sudah hampir samapai umur maka tetap saja hukumnya tidak boleh membuka aurat perempuan didepan mereka.

Maka dalam hal ini, boleh bagi laki-laki yang ingin meminang perempuan untuk melihat dua bagian tubuh perempuan yang akan dipinangnya walaupun tidak diizinkan olehnya juga oleh walinya.

2. Aurat permpuan muslimah di depan perempuan kafir

a. Jumhur ulama’ berpendapat bahwa perempuan kafir itu sama halnya dengan laki-laki asing, jadi semua bagian tubuh perempuan usmuslimah itu adalah aurat yang tidak bleh terlihat oleh mereka kecuali telapak tangan dan wajah.
pendapat ini bersandarkan kepada firman Allah SWT:

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. anNur;31)

di dalam ayat tersebut, tidak disebutkan bahwa perempuan kafir boleh melihatnya.

juga ada atsar dari Umar bin Khottob bahwa dilarangnya wanitia kitabiyyat dan muslimah untuk masuk ke kamar mandi bersamaan.

b. adapun golongan Hanabilah tidak jauh berbeda pendapatnya dengan pendapat jumhur ulama.

3. Aurat perempuan di depan perempuan lainnya

Para ahli fikih berpendapat bahwa dalam permasalahan ini sama halnya dengan aurat sesama laki-laki. Jadi sesama wanita boleh untuk membuka dan melihat aurat wanita lainnya selain yang berada dianatar puser dan lutut. Akan tetapi yang demikin tidak mutlak begitu saja, tetap saja para ulama mengahramkannnya jika dikhawatirkan dari itu semua munculnya fitnah yang lebih besar, seperti munculny nafsu diantara mereka yang berujung kepada lesbi.

4. Auarat perempuan di depan keluargaya (Mahromnya)

Mahrom itu adalah yang haram menikahinya selamanya, baik karena sebab nasab maupun karena sebab sesusuan. Jadi, walaupun secara hubungan sosial masih terkatagorikan keluarga akan tetapi ketika islam membolehkan menikahinya, maka tetap saja hukumnya sama seperti hokum orang asing dalam permasalahan aurat.

a. Golongan Malikiyah da Hanabilah berpendapat bahwa tubuh permpuan itu semuanya aurat di depan mahromnya selain wajah, kepala, kedua tagan, dan kedua kaki.

jadi walaupun di dalam rumah mereka sendiri, perempuan itu tetap saja harus memakai pakaian yang menutupi semua bagian tubuhnya, tidak boleh sesuka hati, kecuali jika dia berada di kamarnya sendiri, dan sendirian atau jika perempuan itu hanya bersama suaminya saja. Dengan semua itu perempuan bisa lebih terjaga kesucian tubuhnya.

suami saudari bukan mahrom, oleh karenanya jika bertemu dan berkumpul dengan mereka perempuan itu harus menutupi semua auratnya.

b. Golongan Hanafiyah berpendapat bahwa boleh terlihat tubuh mereka selain perut, punggung juga diantara puser dan lutut jika aman dari fitnah, dan tidak menimbulkan nafsu bagi mahrom yang melihat bagian tubuh yang terlihat itu. Jika menimbulkan fitnah maka kembali ke asal bahwa perempuan itu harus menutup semua tubuhnya.

c. Dan golongan Syafi’iyyah berpendapat semua tubuh perempuan itu aurat kecuali bagian-bagian yang sering terlihat dalam aktifitas di rumah, misalnya kepala sampai leher, tangan sampai siku, dan kaki hingga lutut.
Dari pendapat ini perempuan boleh memakai pakaian pendek di dalam rumahnya yang disana mereka berdiam dengan mahromnya hanya yang harus menjadi perhatian adalah ukuran pendeknya yang tidak melebihi tersingkapnya kaki samapi lutut, dan tangana hingga siku.

Untuk melengkapai penjelasan di atas, para ulama menambahkan bahwa pakaian yang menutup auarat itu tidak boleh ketat sehingga membentuk tubuh dengan lika-likunya, juga tidak boleh tipis, sehingga bisa terlihat sebagina kuitnya.
hal itu terlarang dengan adanya ancaman dari Nabi SAW melalui haditsnya:

سَيَكُونُ فِي آخِرِ أُمَّتِي نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَّاتٌ،... الْعَنُوهُنَّ فَإِنَّهُنَّ مَلْعُونَاتٌ

"akan datang nantinya diakhir ummatku permpuan-perempuan yang berpakaian tapi mereka sekan telanjang, maka laknatlah mereka karena mereka adalah perempuan-perempuan yang terlaknat” (HR. Ahmad)

Saiyid Mahadhir, Lc

0 komentar:

Posting Komentar