Perilaku Ummat Nabi Nuh: Pelecehan Terhadap Harkat dan Martabat Manusia

Perhatikan ayat berikut:

“Dan kaum Nuh sebelum itu. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang paling zalim dan paling durhaka” (QS. an-Najm: 52)

Imam at-Thobari mengomentari ayat ini sebagai sebuah bentuk perilaku yang sangat buruk ketimbang ummat nabi-nabi lainnya, bayangkan saja hampir seribu tahun nabi Nuh as. mendakwahkan ajarannya, namun selama itu juga pembangkangan terhadap apa yang diajarkan terus berlangsung[1]. Bahkan ummat nabi Nuh as. ini dikenal dengan ummat yang pertama kali melakukan kesiyrikan di muka bumi.[2]

Sedang al-Maroghi menambahkan[3], bahwa mereka adalah ummat pertama yang memulai memberikan contoh kezoliman itu, hingga bukanlah menjadi hal yag aneh jika ada banyak orang tua yang membawa anakany menemui nabi Nuh as. hanya untuk mengatakan: “Wahai anakku, dulunya aku sudah bersama orang ini (nabi Nuh as) semenjak aku berumur sepertimu ini, maka jangan sekali engkau membenarkan apa yang dia (Nuh) bicarakan”.

Buruknya perilakau mereka ini, sehinga al-Qur’an merekam beberapa perkataan mereka yang bisa dijadikan alnalisis sebab hancurnya ummat ini, semua mngarah kepada satu titik, menghina dan melecehkan nabi Nuh as.


Perhatikan ayat berikut:

25. dan Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu,

26. agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan".

27. Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti Kami, dan Kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara Kami yang lekas percaya saja, dan Kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas Kami, bahkan Kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta". (QS. Hud: 25-27)

Pertama: Mereka sering berkata dengan ungkapan “Kami tidak melihatmu kecuali hanyalah sebagai manusia biasa”.

Dari perkataan ini bisa difahami bahwa ‘kebenaran’ apapun yang dibawa oleh nabi Nuh as. tidakakan pernah mereka terima, karena dari awal mereka tidak mempercayai perihal kerosulan Nuh as., mereka hanya menganggap Nuh as. sebagai orang biasa, bukan raja, bukan pula malaikat. Tidak lebih.[4]

Menurut Imam sya’rowi, justru jawaban seperti inilah menunjukkan kebodon mereka, karena memang rosul itu adalah contoh bagaimana menjadi manusia yang benar, justru malaikat itulah yang tidak bisa memberikan contoh kehidupan, karena jenisnya berbeda dengan manusia.[5]

Kesombongan mereka telah membuat kepala dan hati mereka keras, sehingga begitu nabi Nuh as. menyerukan dakwahnya untuk bertauhid kepada Allah swt. seketika itu juga mereka membalasnya dengan kata-kata yang pedas tapa harus memikirkannya terlebih dahulu.

Kedua: Mereka juga sering berkata “Kami tidak melihat kamu dan para pengikutmu melainkan orang-orang yang hina yang tidak meiliki pendapat”.

Ucapan ini keluar dari mulutnya para pembesar (al-Mala’) yang merasa memiliki segala hal, ketidak percayaan mereka terhadap Nuh as. didukung dengan fakta dilapangan –yang menurut mereka sangat logis- bahwa ternyata mereka-mereka yang beriman itu adalah orang-orang yag hina, bodoh, tidak punya kedudukan, bahkan miskin, semua dari stara social yang rendah. Maka jika dakwah Nuh as. ini benar tentulah orang-orang cerdas lainnya dan mereka yang punya banyak harta akan menjadi rang yang pertama beriman.

“Mereka berkata: "Apakah Kami akan beriman kepadamu, Padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang hina?" (QS. as-Syu’aro: 111)

Padahal, jelas Imam Sya’rowi[6], justru para rosul as. itu diutus untuk meyelamatkan kaum lemah yang tertindas, dan meyelamatkan bumi dari segala bentuk kejahatan yang biasanya bersumber dari mereka yang mempunyai kekuasaan dan kekayaan harta (mala’), dan dalam waktu yang bersamaan yang seperti ini tidak mesti bahwa kebenaran itu hanya milik mereka yang kuat, kebenaan tetaplah kebenaran.

Ketiga: Perkataan mereka: “Kami tidak melihat kelebihan pada diri kamu”

Mereka menganggap rendah Nuh as. dan para pengikutnya, dengan menyatakan bahwa mereka adalah manusia hina, yang tidak mempunyai kekayaan, jabatan, kekuatan, kecerdasan, pengetahuan, yang menurut mereka itulah standar kebenaran yang harus ada pada diri Nuh as. dan para pengikutnya[7]. Padahal justru hal-hal yang mereka katakan itu sangat mungkin menjadi factor yang berpotensi menjadikan seseorang melakukan pelecehan terhadap orang lain[8].

Dan keempat: Perkataan mereka: “Akan tetapi kami malah menyakini kalian sebagai pendusta”. Ini adalah kesimpulan akhir dari apa yang mereka inginkan, sengaja mereka mengkhirkan pernytaan seperti ini, karena susunan ungkapan seperti ini akan sangat melukai hati, begitu jelas Rasyid Ridho.[9] Dan pelecehan seperti ini tidak hanya untuk nabi Nuh as. sendiri akan tetapi yang demikian mereka tujukan juga kepada semua orang yang menjadi pengikutnya.

Wallahu A'lam bisshowab

Saiyid Mahadhir, Lc

.................................................................


[1] At-Thobari, Jami’ al-Bayan, Juz 22, h. 553
[2] Al-Marogi, Tafsir al-Maroghi, Juz 12,h. 24
[3] Al-Maroghi, Tafsir al-Maroghi, Juz 26, h. 26-27
[4] Wahbah Az-Zuhaili, Wahbah bin Mshtofa az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, (Damakus: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1418 H) cet. II, Juz 12, h. 55
[5] Imam as-Sya’rowi, Tafsir as-Sya’rowi, Juz 10, h. 6428
[6] Imam as-Sya’rowi, Tafsir as-Sya’rowi, Juz 10, h. 6431
[7] Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir, Juz 12, h. 56
[8] Husnul Hakim, Mengintip Takdir Ilahi, h. 188
[9] Rasyid Ridho, Muhammad Rasyid bin Ali bin Ridho bin Muhammad Syams ad-Din, Tafsir al-Manar, (Kairo: al-Hai’ah al-Mishriyah al-Ammah li al-Kutub, 1990), Juz 12, h. 53

0 komentar:

Posting Komentar