Facebookan Pada Waktu Khutbah Jum’at?

Hampir setiap Masjid penuh pada hari jum’at, apa lagi di Ibu kota (Jakarta). Kadang saya sendiri kagum, begitu kuat iman-iman mereka yang tinggal di Ibu kota, karena kagum pastiya juga bangga.

Mereka seakan semangat sekali melangkahkan kakinya menuju tempat Ibadah. Dikantor-kantor pun biasanya ada rungan yang disulap menjadi masjid walau hanya pada hari jum’at saja. Bahkan penulis sndiri pernah khutbah juma’at di salah satu studio televisi swasta di Jakarta sini, dan lagi-lagi full jamaahnya. Subhanallah.

Namun ada perilaku ‘menarik’ yang membuat saya merasa risih akhir-akhir ini, ada penomena dimana jama’ah sholat juma’at sekan tidak mempunyai perhatian dengan khutbah jum’at. Seakan mereka berkreasi dalam menghabiskan waktu pada waktu khotib sedang berkhutbah, entah dengan cara menidurkan diri (ngantuk), ngobrol, main hape, buka facebook, twitter, chating, baca selebaran, dll.

Lalu sebenarnya apa sih hokum mendengrkan khutbah jum’at itu?

1. Pendapat Pertama:

Imam Hanafi, Maliki, Hambali dan Auza’I mengatkan bahwa wajib hukumnya mendegarkan khutbah jum’at. Pendapat ini juga pendapat sahabat Utsman bin Affan, Abdullah bin Umar dan Ibnu Mas’ud. Mereka bersikeras mengatakan ini, mengingat pentingnya mendengarkan khutbah, sehingga Imam Abu Hanifah mengatakan: “Semua hal yang diharamkan ketika sholat, haram juga dilakukan ketika sedang mendengarkan khutbah”. Semisal makan, minum, ngobrol, bertasbih, menjawab salam, bercanda. Apa lagi sampai mainin hape, facebookan. Jika bertasbih saja mereka menganggap hal ini tidak boleh dilakukan ketika khutbah, apa lagi untukperkara facebookan.


Dalil pendapat pertama:

a. Keumuman ayat Allah:

وإذا قرئ القرآن فاستمعوا له وأنصتوا لعلكم ترحمون

204. dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat[591].

Ko spertinya dalilnya kurang pas? Kata siapa?

Sudah bisa dipastikan bahwa dalam khutbah jum’at itu pasti ada ayat al-Qur’annya, karena itu tidak layak bagi jama’ah untuk main-main ketika khotib sedang berkhutbah.

b. Hadits Nabi Muhammad saw:

إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ: أَنْصِتْ - وَالإِْمَامُ يَخْطُبُ - فَقَدْ لَغَوْتَ.

“Jika kamu berkata: “Hei, diam!” kepada temanmu, padahal itu sa’at khutbah juma’at berlangsug. Maka itu perkataan yang sia-sia (Tidak ada manfa’atnya). (HR. Bukhori)
Karena perkataan sia-sia semestinya tidak keluar dari mulut seorang muslim, apa lagi sa’at ibadah juma’at seperti ini.

c. Karena khutbah jum’at tu setara dengan dua roka’at. Jadi jika lalai dari mendengarkannya, maka seakan kita lalai dari dua reka’at sholat kita.

d. Mengingat pentingnya belajar agama, mendengarkan ayat-ayatNya, serta mentadaburi hadits rosulNya yang banyak disamoaikan untuk pemahaman agama, serta penigkatan iman kita semua.

2. Pendapat kedua

Imam Syafi’I bahwa mendengarkan khutbah itu hukumnya sunnah, bukan wajib. Akan tetapi mereka memakruhkan adanya pembicaraan ketika khutbah sedang berlansung.

Makruh disana maksudnya dalah makruh berbicara yang baik-baik. Semisal berbicara menuntun orang buta yag mau sholat, makruh menjawab salam, makruh menegur teman samping yang mau digigit kalajengking, dll. Adapun jika ‘ngobrol’ yang tidak ada perlunya itu bisa dipastikan bahwa Imam syafi;I jga akan mengharamkannya. Apa lagi jika beliau tahu tentang main hape, facebook dan segala macmnya itu, so pasti beliau juga akan mengharamkan perkara seperti ini.

Dalil pendapat kedua:

Sama dengan dalil pendapat pertama, baik al-Qur’annya maupun haditsnya. Hanya saja mereka menambhakan hadits berikut:

وَخَبَرِ الصَّحِيحَيْنِ عَنْ أَنَسٍ: فَبَيْنَا رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ عَلَى الْمِنْبَرِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَقَال: يَا رَسُول اللَّهِ، هَلَكَ الْمَال وَجَاعَ الْعِيَال فَادْعُ لَنَا أَنْ يَسْقِيَنَا. قَال: فَرَفَعَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ وَمَا فِي السَّمَاءِ قَزَعَةٌ…

“Dari Anas ra. Ketika Rosul saw sedang berkhutbah pada hari jum’at, tiba-tiba ada seorang Arab badui yang bediri, lau berkata: Ya Rosulullah, banyak harta benda yang hancur, banyak keluarga yang kelapran, maka berdo’alah untuk kami agar Allahmenurunkan hujan. Maka Rosulullah mengangkat tangannya dan berdo’a… (HR. Bukhori)

Dari hadits ini Rosul tidak melarang orang arab badui ini berteriak seperti itu, jika memang berkata sa’at khotib sedag berkhutbah itu wajin 100% tanpa terkecuali, sudah baraang tentu Rosul saw akan melarangnya.

Jadi, jika melihat kembali beberapa penomena baru yang sekarag sering terlihat dibanyak masjid ketika khutbah jum’at tengah berlangsung, baik mereka yan ngobrol, canda, main hape, facebook, twitter, baca Koran, baca selebaran jelas-jelas ketidak bolehannya. Bisa dibilang haram. Haram dilakan pada sa’at itu. Jika haram pastinya berdosa.

Anggap saja saholat jum’atnya sah dan berpahala, akan tetapi diwaktu yang bersamaan mereka juga mendapat dosa. 1pahala-1dosa=0, akan tetapi jika nilai jum’at kita 10 dan nilai dosa main hape 50, maka kita rugi 40. Alangkah lucunya gara-gara sholat juma’at kok malah mendapat dosa yag 40 itu.

*Untuk Para Khotib Jum’at

Tentunya perkara diatas tidak mutlak kesalah jama’ah saja, bisa jadi itu juga bagian dari kesalahan para Khotib yang kadang ‘kurang’ menarik khutbahnya, atau suaranya tidak jelas, atau pembahsannya yang tidak difahami, mungkin juga khutbahnya terlalu lama. Sehingga gara-gara itu jama’ah merasa bosan, dan akhirnya mencari alternative lain. Mulai dari tidur, ngobrol, main hape, dll.

Khutabah tidak harus panjang lebar, tidak mesti berjam-jam. Apalagi jika berkhutbah di lingkungan perkantoran. 20 menit itu sudah maksimal. Jika terlalu panjang, sepertinya khotib tidak faham dengan fiqih berkhutbah.

Menurut penulis, untuk puji-pujian dan sholawat tidak usah lagi diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, bukankah puji-pujian dan sholawat serta wasiat itu sudah diucapkan oleh khotib dalam versi arabnya? Jadi untuk apa lagi diulang.
Langsung saja kemateri khutbah. Dengan begitu 20 menit menjadi waktu yang pas untuk mengurai khutbah yang menarik dan padet pesannya.

Wallahu A’lam bissowab

Saiyid Mahadhir, Lc

0 komentar:

Posting Komentar